Friday, May 2, 2008

Nancy Go: Go Global Dengan Bagteria

Perempuan itu menyenangi kedetilan, kerumitan dan elegansi dari sebuah produk. Tas tangannya yang terbuat dari berbagai komponen manik-manik, barang langka dan bebatuan dari berbagai negara itu disatukan dalam sebuah konsep tas tangan, Bagteria. Anda yang melafalkan Bagteria mungkin baru pertama kalinya mendengar ada tas tangan produk Indonesia dimiliki oleh orang Indonesia juga tapi bergaung diantara para artis yang berlenggok diatas karpet merah Hollywood. Paris Hilton, Emma Thompson dan Anggun C. Sasmi hanya sederet nama pengguna tas tangan Bagteria. Tersebar disekitar 30 negara, Bagteria terdistribusikan.

Adalah seorang Nancy Go yang berada dibalik kebesaran nama Bagteria. Suaminya, Bert Ng juga berperan besar dalam distribusi Bagteria. Mengapa disebut Bagetria? “Itu nama pemberian suami saya. Supaya kesannya humor saja. Mudah-mudahan seperti bakteri yang mewabah,”ujar perempuan kelahiran Brazil tahun 1963 itu terkekeh. PT. Metamorfosa Abadi menjadi perusahaan yang menaungi Bagteria. Modal awal mendirikan PT. Metamorfosa Abadi sebagai perusahan yang menghasilkan Bagteria adalah sekitar 300 juta.

Dibutiknya di lantai dasar Plaza Indonesia, pasangan tersebut bercerita bagaimana mendirikan Bagteria. Semuanya bermula dari kesenangan Nancy membuat kerajinan tangan seperti sulam menyulam dan merajut. Misi mereka berdua sebetulnya adalah ingin mengenalkan produk Indonesia ke kalangan internasional. Bagteria mulai diproduksi sejak tahun 2000. Jumlah karyawan saat itu hanya 5 orang. Mereka menyewa satu rumah untuk produksi yang terletak diseberang rumah mereka.

Akhirnya rumah produksi bertambah menjadi tiga, berdiri berderetan. Karena produksi bertambah dan semakin banyak orang tertarik, mau tak mau Bagteria perlu mendapatkan display tempat yang lebih pantas. Baru pada akhir tahun 2000, PT. Metamorfosa Abadi, perusahaan yang menaungi Bagteria membuka butik di Plaza Senayan. Sekarang butik di Plaza Senayan sudah ditutup dan digantikan butik di Plaza Indonesia dan Alun-Alun Indonesia, Grand Indonesia. Semua produk didesain oleh Nancy sendiri. Namun seiring berkembanganya produk, Nancy membentuk tim desain.

Pasar dalam negeri sendiri cukup meriah menyambut kedatangan Bagteria. Sejak akhir tahun 2000, Bagteria udah hadir di Plaza Senayan. Namun baik Nancy maupun Bert tidak menampik banyak yang melabelkan Bagteria sebagai barang mahal. Klien mereka seperti artis Indonesia, para pengusaha dan pejabat.

Mereka mengakui bahwa tidak mudah “mengambil hati” kalangan internasional. Terutama di Jepang. “Sekali you telat kirim (barang) dan kualitas tidak terjamin, wah sudah jangan harap lagi,”jelas Bert, suami Nancy dengan logat Singapura yang kental. Konsistensi kualitas dari produk merupakan hal terpenting supaya bisa diterima dikalangan masyarakat internasional.

Hongkong merupakan destinasi awal Bagteria dipasarkan. Kenapa Hongkong? “Untuk pasaran fashion di Asia pakarnya adalah Hongkong,” jelas Ibu dari Brendan, Brenda dan Bryna Ng, itu. “Kami tidak mempunyai kenalan siapapun di luar negeri,”ulas Nancy meyakinkan SWA terhadap pencapaiannya pada jalur internasional. Tapi dengan pengetahun mereka terhadap butik mana saja yang berpotensi untuk penjualan Bagteria, maka mereka bisa bekerja sama.

Jepang negara yang terkenal sebagai salah satu pusat berkumpulnya para fashionista dunia justru menjadi kota tujuan pemasaran selanjutnya. “Tidak mudah masuk Jepang,”lanjut Nancy jebolan Bunka School Of Fashion dan Akademi kesenian Jakarta itu.

Pengetahuan Nancy dan Bert terhadap beberapa butik terkenal di Hongkong, memudahkan mereka bekerja sama dan memasukkan Bagteria di butik sekaligus sebagai distributor. “Kita tidak menjual pada end user. Sampai sekarang Bagteria hanya menjual ke berbagai distributor yang tersebar di berbagai benua. Kecuali di Taiwan kami ada partner,”jelas Nancy. Di Sogo Taiwan ada franchisee Bagteria. PT. Metamorfosa hanya menjual pada distributor. Distributor itulah nantinya yang akan menyalurkannya pada butik-butik. Mereka tidak menjual pada konsumen akhir atau end user

Setelah masuk ke Hongkong, berturut-turut order berdatangan dari negara lain. Pada tahun 2003 Bagteria masuk kepasaran Jepang menggunakan jalur pameran sebagai wahana mengenalkan produknya pada masyarakat. Disitulah ada distributor Jepang yang tertarik memasarkannya. Akhirnya Bagteria setidaknya setahun sekali mengadakan pameran diberbagai negara. Bisa dipastikan setiap tahun mereka pameran untuk tema musim berikutnya, musim panas, gugur, dingin dan semi. Setiap musimnya selalu ada tema yang menjadi tema Bagteria. Karena itulah Bagteria selalu memproduksi barang untuk beberapa bulan kedepan.

Bert, suaminya yang sebelumnya menjadi konsultan sebuah perusahaan lebih berkonsentrasi mengurusi bisnis dan pemasaran Bagteria. Sedangkan Nancy banyak mengurusi desain dan pengembangan produk.

Masyarakat Indonesia, menurut Nancy masih terseret dalam pemikiran bahwa segala sesuatu itu bergantung harganya. Jikalau ada harga sebuah tas yang jauh melesat diatas rata-rata harga tas produk Indonesia lainnya, seringkali tidak laku dipasaran. Itulah mengapa sedari awal Nancy dan Bert berorientasi memasarkan produknya untuk ekspor. Satu tas rata-rata dikerjakan selama dua minggu. Karena Nancy senang dengan kedetilan, maka Bagteria dibuat dengan tangan. Apalagi manik-manik, bebatuan atau hiasan aksesoris lainnya berdiameter ukuran milimeter tersebut harus dijahit satu persatu. Tapi sejak akhir tahun 2000, mereka mulai melirik pasar dalam negeri. Permintaan mulai banyak.

Dengan segala kedetilan dan bahan baku yang dibuat itulah harga ditetapkan. Semakin rumit detil Bagteria, maka akan semakin tinggi harganya. Harga yang melambung tinggi salah satunya disebabkan karena bahan baku yang didapatkan dari berbagai negara. Sebut saja gading Mammoth atau gajah purba yang didapatkan dari Siberia, kulit ikan yang didatangkan dari Iceland, kristal Swarovski dan lainnya.

Lalu mengapa bahan bakunya diambil dari berbagai negara? “Karena saya suka tantangan. Saya ingin berbeda dari lainnya,”jelasnya. Itulah keunggulan yang bisa ditonjolkan dari Bagteria tersebut. Misalnya seperti glass beads atau mote dari kaca. Tapi sekarang glass beads sudah bisa didapatkan di Indonesia. Sekarang produk Bagteria sudah berkolaborasi dengan para pengrajin lokal.

“Kadang -kadang saya bertanya pada diri sendiri: “Mereka sadar ngga ya kalau dalam satu tas ini terdiri dari banyak barang (bahan baku) dari beberapa negara,”ulasnya. Teknik sulam yang berbagai macam dan material yang sangat kecil itulah yang memakan waktu pengerjaan lama. Nancy memperkirakan bahwa dalam pembuatan satu tas bisa menghabiskan puluhan jarum yang patah. “Bagi saya ada suatu kepuasan jika dikerjakan dengan tangan. Detil-detil yang dimiliki oleh Bagteria ngga mungkin dikerjakan dengan mesin,”ulasnya. Kemudian Bert melanjutkan: ”Makanya saya selalu bilang sama karyawan saya, didalam satu tas ini ada air mata dan darah,” Bert mencoba berfilosofi.

Setiap jenis dan warna jumlahnya sangat terbatas, yaitu 299 buah. Tapi ada beberapa produknya memang sengaja dibuat sangat terbatas, hanya berjumlah 3 buah untuk seluruh dunia. Ketika SWA memagang tas tersebut, terasa sekali bagaimana manik-manik atau bebatuan dan perhiasan dijahit dengan kehati-hatian.

Foxglove, tas yang pernah dipakai oleh Paris Hilton tersebut merupakan satu diantara tiga produk Bagteria sejenis. Harganya mencapai Rp. 8,9 juta. Foxglove dipajang diatas etalase. Disisinya terdapat katalog yang mencakup foto beserta keterangan nama seri model Bagteria. Katalog tersebut sekaligus juga memuat tentang foto Paris Hilton mengaitkan Bagteria dilengannya pada acara Fashion week di New York, Amerika Serikat. Sedangkan pada warna berbeda dengan jenis Bagteria yang sama, terlihat Anggun C. Sasmi menjinjing Bagteria ketika menghadiri Festival Cannes.

Keunikan Bagteria akhirnya terkenal sampai ke penjuru dunia. Setidaknya beberapa rumah mode internasional menawarkan diri memasarkan Bagteria untuk dijual dinegara masing-masing. “Pernah kami ditawari agar mengubah nama Bagteria dengan nama yang berbau Italia atau menambahkan embel-embel Italia dibawah nama Bagteria. Tapi kami menolaknya,”ulas Bert. Sedari awal pasangan itu memang sudah berniat mempromosikan Bagteria sebagai produk buatan Indonesia. Mereka tidak mau kehilangan kelokalan nya. “Tapi ternyata dengan tidak ada embel-embel Italia tersebut, menjadi tidak mudah menembus pasran internasional. Begitu tahu Bagteria buatan Indonesia, mereka maunya minta murah,”jelas Nancy.

Nilai Bagteria di luar negeri jauh lebih mahal. Harga Bagteria di Indonesia merupakan sepertiga dari harga Bagteria sejenis yang sudah diekspor. Bagteria yang dijual di luar negri harganya bisa mencapai tiga kali lipat ketimbang Bagteria Indonesia..

Nancy selalu menyiapkan perusahannya menghasilkan produk untuk beberapa musim kedepan. Semisal diawal tahun 2008, Nancy dan Bert sudah memroduksi tas untuk musim panas dan gugur tahun 2008 dan tahun 2009. Setiap akan mengeluarkan produk baru, Bagteria berpameran di Fashion Newsweek, Amerika Serikat. Dengan pameran itulah maka masyarakat internaional akan mengetahui produk terbaru Bagteria.

Tak lupa juga negara seperti Jepang dan Paris yang merupakan negara kiblat mode dunia menjadi tempat pameran Bagteria. Jepang jua-lah yang merupakan negara dengan permintaan Bagteria tertinggi. Tapi hal itu juga tergantung dari jenisnya. Berbeda jenis maka berbeda negara yang membeli. Bukan suatu hal mustahil bagi Bagteria menembus pasar dunia. Dengan bepameran diketiga negara tersebut banyak insan mode dunia yang akan mengenalinya.

“Paris Hilton pertama kali mengenal Bagteria ketika kami berpameran di Fashion Week di Amerika Serikat. Kebetulan saat itu ia sedang melewati stand kami dan mengaku suka dengan Bagteria. Ya sudah karena dia menginginkan tas itu padahal kami belum ada cadangan produksi lainnya, ya kami beri saja,”ungkap Bert. Pasangan suami isteri tersebut menampik anggapan bahwa Paris Hilton merupakan ikon model Bagteria. Keterlibatan artis Hollywood itu terutama karena ketidaksengajaan. Sekarang, Bagteria dapat ditemui diberbagai rumah mode terkenal dibeberapa negara serta tersebar di butik pada puluhan negara di dunia.

Bert yang tampak setia mendampingi sang isteri kemudian teringat pada kejadian tahun pertama mampu menembus pasaran internasionnal. Kala itu ada orang korea yang berminat memasarkan Bagteria di butiknya. Namun setahunnya Bagteria merupakan produk buatan Italia karenanya begitu tahu bahwa ternyata buatan Indonesia, orang Korea tersebut minta supaya dapat membeli dengan murah. “Tapi itu ngga fair dong. Kalau dia bisa membeli beberpa tas kami di Milan, dan akhirnya ingin memesan langsung dari kami, pasti ada nilainya,”ulas Bert. Pandangan internasional sampai sekarang masih beranggapan bahwa produk keluaran Indonesia bisa jauh lebih murah. Akhirnya orang Korea tersebut bisa mengerti. Bahkan sampai sekarang ia menjadi pelanggan setia.

Harga Bagteria di Indonesia sekarang dibanderol mulai dari Rp. 2.5 Juta sampai 9 Juta. Apalagi bahan baku yang digunakan setiap tahunnya meningkat. Di luar negeri harga Bagteria bisa tiga kali lipat, bahkan lebih.

Produksi tertinggi yang pernah dihasilkan oleh PT. Metamorfosa Abadi adalah sekitar dua tahun lalu dimana kapasitas produksinya mencapai 1.500 buah/bulan. “Tapi sebenarnya itu overtime, ngga sehat. Akhirnya anak-anak banyak yang sakit,”ulasnya. Saat itu permintaan sangat tinggi dan mereka tidak memperhitungkan dengan tenaga kerja yang ada. Ketika itu jumlah tenaga kerja mencapai 250 orang. “Saat itu kami baru masuk ke pasaran internasional. Tapi itu pelajaran buat kami. Terkadang kami tidak enak menolak permintaan orang.,”ulas Nancy dan Bert hampir bersamaan.

Produksi normal Bagteria adalah 900 sampai 1000 buah/bulan. Sebanyak 80 persennya diekspor keluar negeri. Sedangkan sisanya untuk produksi dalam negeri. Ada sekitar 30 negara yang menjadi tempat distribusi Bagteria. Di Indonesia setiap bulannya mampu terjual sebanyak kurang lebih minimal 100 tas.

Nancy sudah mengetahui bahwa produknya ditiru oleh pihak lain. Tapi ia sendiri santai saja. “Aku rasa ngga banyak orang mau meluangkan waktunya sedemikian lama untuk produksi suatu produk,”ulasnya. Tidak semua orang mau berkutat dengan kedetilan dan kerumitan.

Bukan berarti tidak ada halangan yang ditempuh oleh Bagteria. Pernah suatu kali mereka terlambat mengirimkan barang sesuai dengan perjanjian. Akhirnya order dibatalkan sepihak. Hal itu karena bahan baku dari tas seperti manik, manik, batuan dan aksesoris lainnya belum datang dari negara penghasilnya. “Jadi kalau mulai produksi, materialnya baru 30 persen, kami ngga bisa mulai. Barang tepat waktu datang itu juga ngga gampang karena berasal dari berbagai negara,”ulasnya. Itulah kendala produksi Bagteria.

Itulah mengapa dalam setiap jenis dan warnanya hanya berjumlah 299 buah. Setiap desain hanya ada dua sampai tiga warna. Sekarang jumlah karyawannya sebanyak 200 orang. Tidak begitu saja mereka menambah karyawan. “Lagipula mengajarkan keahlian tersebut pada orang lain tidak mudah,”jelas Nancy.

Dalam perluasan pasar mereka berdua tidak mau gegabah. Saat ini mereka ingin lebih membesarkan nama Bagteria di pasar internasional. Sekarang mereka dalam tahap pembicaraan dengan negara tertentu untuk mendirikan butik sendiri. Jumlah produksi yang terbatas itulah yang membuat Nancy tidak ingin memasifkan Bagteria langsung pada end user. “Untuk monitoring dan kontrolnya sulit sekali. Apalagi jauh,”ungkap Bert. Sejurus dengan pendapat Bert, Nancy mengatakan : ”Kalau bisa berbagi tugas, hasilnya bisa lebih bagus. Ngga mungkin kami bisa pegang semuanya,”ulasnya.

Bagteria juga memberikan pelayanan paska jual. Disetiap distributornya, PT. Metamorfosa Abadi menyediakan aksesoris cadangan. Jadi bila ada salah satu tasnya rusak atau ada aksesoris yang hilang, maka pelanggan bisa membetulkannya di butik-butik yang bekerja sama dengan distributor resmi Bagteria. Begitupula yang terjadi di Indonesia. Bila ada pelanggan yang mengeluh terjadi kecacatan fisik pada tas yangs duah dibeli, maka bisa dibetulkan di butik Bateria di Jakarta. “Bila ada aksesoris yang dihilangkan oleh konsumen sendiri, maka nanti akan kami ganti aksesoris yang hilang itu. Kami kenakan charge,”cetus pria berusia 51 tahun itu.


-SWA 30 April-14 Mei 2008-

No comments: