Monday, July 9, 2007

Minuman Soda, Masih Menarikkah?


Bagi pemerhati dan penyuka minuman, jenis minuman soda (bukan soft drink), tentu bukanlah hal yang baru diketahuinya. Jenis minuman ini sudah lama ada. Bahkan, minuman soda gembira (campuran soda dengan susu) sempat populer di kalangan kampus dan anak muda tahun 1980-an. Banyak warung pojok yang menyediakannya.

Rupanya, napas minuman soda tak sepanjang jenis minuman lain. Seolah-olah membentur tembok tinggi, dari waktu ke waktu perkembangan pasar minuman soda tak kunjung berkembang. Meski jumlah pemainnya tak bisa dibilang sedikit, dan bukan pemain sebarangan pula -- seperti PT Coca-cola Indonesia lewat merek Schweppes Soda Water -- pasar ternyata tidak bisa mengangkatnya.

Mengapa? Ada dugaan, salah satu faktor yang membuat pasar minuman soda tidak berkembang adalah rasa. Rasanya yang hambar, bahkan cenderung pahit, membuat tidak banyak konsumen yang menyukainya. Konsumen yang mengonsumsi minuman soda adalah yang memiliki tujuan tertentu, dan kebanyakan meminumnya dengan menambahkan susu.

Sebenarnya produsen pernah mencoba mengatasinya dengan memberikan rasa tertentu. PT San Miguel Indonesia F&B (SMI), pemain terakhir yang masuk ke kategori ini dengan merek Ize Pop, misalnya, mengusung beberapa rasa pada produknya, di antaranya green lemon lime, bubble orange dan vanilla kissed sarsaparilla. “Kami memang tes ke pasar. Significantly win among current competitor,” ujar Edo Ginting, Manajer Merek SMI. “Rasa menjadi salah satu selling point bagi produk kami,“ ujarnya tentang Ize Pop yang diluncurkan pertengahan 2006.

Selain SMI, PT Delta Djakarta Tbk. (DD) juga turut meramaikan pasar minuman soda lewat Suda Ice dan Sodaku. Soda Ice adalah minuman malt berkarbonasi dengan tiga varian rasa buah: apel, orange dan tamarin. Adapun Sodaku adalah soda tawar tanpa rasa. “Soda Ice lebih membidik segmen remaja,” ujar Eddie Priyono, Direktur Komersial DD. Eddie mengatakan, potensi pasar minuman soda untuk tumbuh masih besar. “Sejauh ini, pertumbuhan Soda Ice sangat signifikan,” ujarnya. Terbukti, walau masih terbilang baru, kontribusi penjualannya mencapai sekitar 5% dari total produk lansiran DD.

Dwi Hatmadji sependapat dengan Eddie. Mantan Manajer Pemasaran Flavor PT Coca-Cola Indonesia yang telah beralih profesi menjadi wirausaha ini menyebutkan, potensi pasar bisnis minuman bersoda masih menjanjikan. “Hanya saja, penetrasi per kapita masih rendah,” tutur Dwi. Ia membandingkan Indonesia dengan Thailand. Di Negeri Gajah Putih itu, per tahun konsumsinya 120 serving (sajian)/kapita, sedangkan di Indonesia 10 serving.

Meski pontensi pasarnya tergolong cukup besar, hingga saat ini seperti tidak ada pemain yang serius mengembangkan pasar minuman soda. “Tidak ada pemain yang pernah mengadakan program promosi produk, juga tidak ada hadiah bagi konsumen yang membeli,” ungkap Hendra Setiawan, Manajer Departemen Makanan dan Minuman Hypermart, Plaza Gadjah Mada.

Hendra menyebutkan, sepengetahuannya, dari sekian banyak merek yang beredar, hanya Calpico Soda yang pernah berpromosi. Itu pun hanya di media massa dan sifatnya sangat temporer.

Eddie mengakui, hingga sekarang aktivitas promosi DD memang masih sangat terbatas. Awalnya, Soda Ice sempat dikomunikasikan lewat above the line, tapi kini DD lebih konsentrasi di below the line. “Kami sengaja lebih banyak melakukan promosi langsung ke target pasar,” ujarnya. Pertimbangannya, tak lain karena penetrasi yang masih belum masif. Maklum, produk baru. Lagi pula, saluran distribusi minuman beralkohol berbeda untuk nonalkohol, tapi DD mencampurkannya.

Walau pemain baru bermunculan, pemain lama seperti F&N masih cukup kuat. Hendra mengungkapkan, di gerainya, minuman soda yang tergolong paling laris adalah Navika. Setiap minggu Hypermart mengorder ke distributor 10-20 karton. Satu karton berisi 24 kaleng atau tetrapack. Adapun order ke F&N hanya tiga karton.

Kondisi berbeda ditunjukkan pasar tradisional. Di pasar tradisional, F&N sebagai pemain lama masih memperlihatkan dominasi. Menurut Fajar, pemilik toko Hambali di Pasar Sawo, Asem Baris, Tebet, Jakarta Selatan, penjualan F&N di tokonya tergolong cukup tinggi. ”Pagi ini saja (sampai pukul 11.00) terjual 10 krat (1 krat=24 botol). Tidak bisa diprediksi berapa frekuensi per harinya,” katanya.

Dwi mengatakan, potensi kategori produk minuman soda untuk tumbuh masih besar. Apalagi, jumlah penduduk Indonesia juga besar. Jangan heran, banyak pemain yang coba menggarap. “Sayangnya, di pasar yang gemuk ini bukannya tanpa kendala, terutama dari faktor budaya orang Indonesia yang masih lebih suka minum air putih dan teh. Makanya, pasar minuman green tea tumbuh lebih fantastis.”

Menurut Dwi, dibutuhkan napas yang panjang untuk meraih sukses di kategori ini. “Meksiko dengan konsumsi per kapita sudah lebih dari 300 serving saja,” katanya, “butuh satu dekade untuk tumbuh dari sekitar 10 serving/kapita/tahun.”

Reportase: Rias Andriati & Abraham Susanto
TH

No comments: