Monday, July 9, 2007

Sukses di Tangan Sendiri

Resto yang terletak di tepi Teluk Jakarta ini meraih sukses setelah dikelola langsung pemiliknya, bukan lagi di bawah Jaringan Selera Asia yang ternyata gagal. Apa saja resep suksesnya?


“Banyak restoran seafood di Jakarta, adenye di mane-mane. Di gedong tingkat, di emperan toko pinggir jalan yang berdebu, di pasar yang jorok dan bau. Tapi, kalo pengen seafood sembari memandang laut, datanglah ke Bandar Djakarta, pasti beda!”

Begitulah promosi Bandar Djakarta dalam website-nya. Larik-larik promosi itu sepertinya tak berlebihan. Pasalnya, Bandar Djakarta (BD) boleh dibilang satu-satunya resto seafood yang terletak persis di tepi laut Teluk Jakarta, di dalam kawasan Taman Impian Jaya Ancol. Tak ayal, pemandangan langsung ke laut, debur ombak, angin semilir, perahu-perahu yang bersandar di tepi pantai merupakan suasana yang kental mewarnai BD. Belum lagi, lagu-lagu romantis yang didendangkan para artis BD. Meminjam istilah Bondan Winarno, makin maknyuss-lah menyantap ikan baronang, kerang ijo, udang pancet, dan hidangan lainnya yang memanjakan lidah.

Sejak awal berdiri di tahun 2001, BD oleh empat orang pendirinya – Wendy Santoso, Sunarja Lasmana, Anton Cahyono, dan Hans Satyabudi – memang diposisikan sebagai resto yang menghidangkan berbagai ragam masakan ikan dengan atmosfer pemandangan langsung ke laut. Karena itu, resto pun dibuat dengan konsep outdoor. Pengunjung bisa memilih duduk di tepi pantai atau lesehan di dalam ruangan yang terbuka. Pengunjung yang tak ingin terganggu, bisa juga memilih ruangan tertutup. Desain bangunan dibuat dengan menggunakan ornamen pintu-pintu tua yang dikumpulkan oleh para pemilik dari toko-toko lawas seantero Jabodetabek sehingga memantulkan kesan bandar tua Jakarta.

Diakui Wendy Santoso, BD memang tak hanya menjual rasa. “Tapi juga menjual suasana,” ujarnya. Suasana yang dibangun dan disuguhkan, tambahnya, menjadi keunggulan dan keistimewaan BD yang tak dimiliki resto seafood yang menjamur di Ibu Kota. “Soal rasa biasa saja. Di sini hanya beli suasana,” ungkap Abdul Rachman, pegawai Dinas Kesehatan Jakarta Utara yang ditemui SWA tengah bersantap siang dengan teman-temannya. Pria berusia 54 tahun ini menilai suasana di BD menjadi keunggulan resto ini. Senada Abdul Rachman, Ida Hafrida, pegawai Pemda DKI Jakarta, juga menilai lokasi di tepi pantai memberikan suasana nyaman. “Suasananya nyaman dan makanannya juga enak,” ungkap Ida.

Lokasi di tepi pantai Jakarta juga dipandang penikmat kuliner Willy Suwandi Dharma sebagai keberhasilan BD dalam menjual suasana. Tak pelak, suasana pantai tersebut mengundang orang untuk menyambangi BD. Menurutnya, bila di tempat rekreasi ada tempat makan yang enak, akan memberi nilai tambah pada tempat rekreasi itu. Maklum, kenyamanan BD, lanjutnya, dibarengi pula dengan rasa makanannya yang enak. “Menu kesukaan saya ikan pecah kulit, tidak semua resto seafood menyajikan menu ini,” ujar Presdir PT Adira Insurance yang sudah tiga kali menikmati makanan dan suasana BD.

Di bawah payung PT Djamanmas Pangan Nusa, BD saat ini menjadi salah satu tempat wisata kuliner. Tak afdol rasanya bila para kuliner belum menyambangi BD. Beberapa figur publik dan pejabat setingkat menteri, seperti Yusril Ihza Mahendra, tercatat sebagai pelanggan BD. Bahkan, kalangan korporat, seperti Bank Panin dan Bank Central Asia menjadikan BD sebagai ajang penyelenggaraan event perusahaan. Semisal, pada November tahun lalu, Bank Panin memesan 1.200 kursi di BD. Dengan luas areal sekitar 2.000 m2, BD mampu menampung 750 orang pada hari biasa dan 1.500 orang pada hari libur.

Menurut Wendy, saat ada acara korporat atau perhelatan pesta pernikahan, pihaknya kerap menyewa area di samping BD. “Kalau ada event, baru kami sewa,” katanya. Selain melayani pengunjung saban harinya, mulai dari pukul 11 siang sampai pukul 12 malam, BD juga menawarkan jasa paket pernikahan, dengan kisaran harga Rp 65-100 ribu per orang, dan minimum 500 orang per paket. Di luar event, setiap harinya paling tidak BD mengalokasikan Rp 10-15 juta untuk membeli berbagai ikan, udang, kerang, dan lainnya. Sementara di hari libur, belanja hasil laut bisa tiga kali lipat dari hari biasa.

Keberhasilan BD, dituturkan Wendy, tidak terlepas dari konsep dan strategi pemasaran yang dilakukan manajemen. Wendy sendiri bertindak sebagai Direktur SDM. Sementara Direktur Utama sekaligus yang bertanggung jawab atas operasional BD dipegang oleh Sunarja yang akrab disapa Johan. Adapun Hans yang tercatat dalam jajaran direksi bertugas pada pembenahan bangunan; sedangkan Anton bertindak sebagai komisaris. “Sebulan sekali kami pasti meeting,” kata Johan yang bersama Wendy setiap hari memantau BD.

Strategi yang pertama adalah lokasi. Menurut Johan, mereka memilih lokasi di kawasan Ancol seiring dengan konsep resto yang ingin mereka usung yakni sebagai seaside seafood restaurant. “Seafood itu identik dengan laut dan kalau bicara pantai yang bersih, ya Ancol,” kata Wendy. Nama Bandar Djakarta dipilih, sebab pengertian bandar adalah tempat berkumpul orang-orang. Empat sekawan ini ingin menghadirkan suasana resto yang kental dengan atmosfer laut dan budaya Betawi. Karena itu ornamen dan arsitekturnya mengadopsi budaya Betawi tempo doeloe.

Diakui Wendy, selama 6 bulan mereka menggodok konsep BD. Selain dari sisi desain, mereka juga mengembangkan konsep pasar ikan di depan resto. Di pasar ikan ini, para pengunjung bisa bebas memilih jenis ikan segar yang hendak dimasak. Berbagai jenis ikan itu ditaruh di akuarium dan boks besar. Ia mengaku, konsep pasar ikan diadopsinya dari sebuah resto di bilangan Sudirman, Jakarta.

Konsep ini dipilih untuk memudahkan konsumen. Juga menciptakan konsep entertainment, tempat makan sekaligus hiburan. Pasar ikan ini menggunakan sistem timbangan. Per item dibanderol harga per onsnya. Semua item ditimbang menjadi satu. Tak ayal satu ekor cumi pun bisa dibeli karena nantinya ditimbang dengan ikan lainnya. Setiap kg di-charge Rp 10 ribu untuk cooking fee. Konsumen lagi-lagi bebas menentukan pilihannya. Bisa dibakar, goreng, tumis, saus tiram, ataupun masak saus Padang. BD sendiri menyajikan 15 saus sebagai variasi menu. “Pada awal berdiri kami hanya punya tiga macam saus,” kata Wendy. Ada pula pengunjung yang ingin langsung memilih menu, tidak lebih dulu ke pasar ikan. “Nah kalau sudah begitu, berarti mereka percaya pada hasil timbangan kami,” imbuhnya.

Diakui Johan, awalnya agak sulit menjaring pengunjung, apalagi pelanggan tetap. Pasalnya, selama ini Ancol sudah identik dengan tempat rekreasi. Dengan kehadiran BD, mereka ingin mengubah persepsi itu. Artinya, Ancol tak semata tempat rekreasi tapi juga wisata kuliner seafood ala BD. “Awalnya memang sulit, lha wong masuk Ancol saja bayar Rp 10.000,” tutur Wendy. Maka, selain menjual makanan berkualitas, mereka menjual pula suasana pinggir pantai. “Kalau mencari makanan laut yang enak, banyak di Jakarta. Tapi mungkin tempatnya nggak enjoy banget,” begitu ulasan Wendy.

Untuk menyajikan pelbagai menu yang membuat lidah bergoyang, Johan sampai turun tangan langsung mendidik koki. Maklum, sebelum membesut BD, Johan sudah berpengalaman mengelindingkan bisnis resto selama dua dasawarsa. Selain resto seafood, Johan sempat menjajal resto Jepang dan masakan Cina, Lian Yuan yang masih eksis sampai saat ini. “Selama dua minggu kami terus mencicipi rasa, sampai mual,” kenangnya seraya tertawa.

Pada awal berdiri, BD juga tidak langsung bisa memikat konsumen. Terlebih, awalnya BD berada dalam pengelolaan Jaringan Selera Asia (JSA) yang dinakhodai rocker Ikang Fawzi dan Lukman Purnomosidhi. Saat itu ada lebih dari 20 tenant yang berada di bawah payung JSA. Kontrak BD dengan pihak Ancol melalui JSA. Menurut Johan, pembayaran kontrak sewa pada JSA hanya berlangsung selama empat bulan. “Ada masalah antara JSA dengan Ancol, tapi saya tidak tahu persis akar persoalannya,” kata Wendy mengelak.

Konflik tersebut membuat BD sempat harus tutup selama dua bulan. Supaya pelanggan tidak lari, selama tutup, pihaknya menempelkan pengumumam kalau BD tutup sementara karena sedang dilakukan renovasi. Ia berpendapat, ketika itu, para tenant tidak ada yang mengontrol, sehingga kebanyakan tenant seenaknya mematok harga tanpa dibarengi kualitas. Buntutnya, banyak yang tutup. Karena sejak awal fokus pada kualitas, BD bisa berkibar sampai sekarang. Bahkan, area dari para tenant yang tutup justru sekarang ini digunakan BD. Awalnya, BD hanya menyewa tempat tak lebih dari 500 m2. Sekarang, BD menggelindingkan bisnisnya di atas lahan 2.000 m2. Karyawan pun otomatis membengkak, dari 50 orang menjadi 250 orang.

Menurut Johan, selama penutupan, tentu pihaknya menangguk rugi lumayan besar. Pasalnya, mereka sama sekali tidak mem-PHK-kan karyawan. Alhasil, manajemen BD tetap memberikan gaji kepada karyawaan yang total bisa mencapai Rp 40 juta sebulannya.

Dalam pandangan Y.J. Harwanto, Kepala Departemen Coorporate Plan PT Pembangunan Jaya Ancol, di tempat rekreasi seperti Ancol harus tersedia tempat makan. Ketika itu pihaknya mencoba menggandeng JSA sebagai operator yang menaungi berbagai tenant kuliner. Pengelolaan satu atap itu diharapkan dapat menciptakan standardisasi rasa, pelayanan, dan sistem pengelolaan. Sebab, sebelumnya sering dijumpai keluhan seputar rasa makanan yang tidak enak dan pelayanan yang tidak memuaskan.

Ketika itu ada 30-40 tenant dengan luas area 3.000 m2 yang berada di bawah naungan JSA. “Sesuai dengan namanya, JSA ditunjuk untuk mengembangkan tenant masakan khas Asia,” kata Harwanto yang sudah 11 tahun merentas karier di PT Pembangunan Jaya Ancol. Dalam perkembangannya ternyata masing-masing tenant mempunyai karakter sendiri. “Saat itulah hukum pasar berlaku, mana yang disukai atau tidak oleh pasar,” ujarnya. Kebanyakan dari para tenant rupanya tidak mampu menyesuaikan dengan kemauan pasar.

Ia berpendapat, sejatinya bisnis resto bisa bertahan karena beberapa hal, yakni kualitas rasa, pelayanan, konsep mengemas produk, dan bagaimana pola pemasarannya. “Hal itu ternyata tidak bisa dipertahankan oleh tenant-tenant di bawah naungan Jaringan Selera Asia,” ucapnya. Tak ayal, kerja sama itu pun hanya seumur jagung seiring dengan tutupnya satu per satu tenant. Terkecuali BD. “Bandar Djakarta yang jelas bukan punya Ikang Fawzi,” Harwanto menandaskan. Konsistensi BD terhadap kualitas rasa, pelayanan, dan pemasaraan membuat pihak perseroan memberikan kepercayaan kepada BD dengan memberikan izin sewa tempat sampai 2.000 m2. “Pengunjungnya makin ramai,” imbuhnya. Sukses BD membuat pihak Ancol memberikan izin pembukaan resto baru, Jimbaran, di kawasan Taman Impian Jaya Ancol.

Sejatinya, dituturkan Wendy, keuntungan BD tidak sebanyak resto seafood lainnya. “Kami lebih mementingkan keuntungan kuantitas yang terjual. Itu menambah margin pendapatan,” katanya. Mereka mengaku mengambil keuntungan di kisaran 20%-30% dari harga pokok. Pendapatan bersihnya sendiri per bulan bisa mencapai Rp 500 juta-1 miliar. “Lebih dari Rp 500 juta, tapi kurang dari Rp 1 miliar,” kilahnya. Untuk biaya operasional, mereka menganggarkan 5%-10% dari laba bersih. Untuk modalnya sendiri, ketika itu mereka menginvestasikan sekitar Rp 500 juta. Berapa setiap orang menyetor modal, Wendy tak bersedia menyebutkan.

Menurut Wendy, BD membidik semua segmen pasar. “Pemilihan menu disesuaikan dengan kantong pelanggan. Adanya pasar ikan membuat mereka bisa menentukan pilihan sesuai dengan bujet yang ada,” papar Wendy yang pernah mengelindingkan bisnis bakso.

Dalam pandangannya, keberhasilan BD menarik pengunjung karena selama ini pihaknya berupaya menjaga konsistensi kualitas makanan dan pelayanan. Untuk menjaring konsumen, berbagai trik promo dilancarkan, antara lain memberikan diskon sampai 50% setiap harinya untuk menu-menu tertentu. Hari Senin, diskon kepiting asal Muara Gembong; Selasa diskon udang; Rabu diskon ikan kue; Kamis diskon cumi. Tak heranlah, dengan trik itu, citra yang tertanam di benak konsumen, Senin ke BD untuk makan kepiting, Selasa makan udang, dan seterusnya.

Keberanian pengelola memberikan diskon ini tentu bukan tanpa perhitungan. Karena, seperti dituturkan Wendy, BD mengejar keuntungan kuantitas yang terjual. Coba saja, harga kepiting Rp 60 ribu/kg karena diskon 50% menjadi Rp 30 ribu/kg. “Di mana mencari kepiting seharga itu di Jakarta?” tanya Wendy. Dengan diskon itu, saban Senin BD menghabiskan 150-200 kg kepiting dan kerang. “Yang pasti, kami juga selalu melakukan inovasi menu,” kata Johan yang kerap mengintip masakan khas di berbagai negara yang kerap dia kunjungi. “Mencicipi masakan khas sebuah negara adalah ritual wajib, kalau enak di lidah dan cocok akan menjadi menu baru,” imbuh lulusan Universitas Tarumanagara ini.

Untuk menambah kenyamanan pengunjung, belum lama ini BD juga menambah fasilitas mengelilingi Pantai Ancol dengan kapal berbendera BD. Tarifnya, Rp 5 ribu per orang atau Rp 40 ribu per keluarga.

Di mata Willy, meski BD sudah bergulir, tetap perlu ada diferensiasi produk yang lebih berbeda dari resto seafood lainnya. Willy menilai, konsep pasar ikan yang ada di BD merupakan keunikan yang bisa menjadi salah satu diferensiasi. “Mesti dipikirkan diferensiasi dari segi servis kalau mau menonjol dibandingkan dengan yang lainnya, karena ada beberapa restoran lain mempunyai kualitas yang sama,” Willy memberi ulasan. Ia mencontohkan Restoran Sunda Kelapa yang hanya menyajikan cumi yang sedang bertelur.

Menurutnya, BD juga harus mampu menyajikan keunikan untuk bisa langgeng dan mampu bersaing dengan resto lainnya. “Misalnya, konsumen yang datang merasa seperti di rumah sendiri karena mendapat sapaan hangat dari si pemilik,” kata Willy. “Karena begitu banyak restoran baru yang muncul, sehingga revisi konsep harus terus dilakukan. Harus muter terus otaknya,” Willy menambahkan.

Akses ke BD dinilainya termasuk jauh. Namun bila BD benar-benar bisa menyajikan diferensiasi yang tajam dibandingkan dengan resto seafood lainnya, akses jauh bukan kendala bagi konsumen. “Bandar Djakarta tidak perlu buka cabang di tempat lain. Besarkan saja yang di Ancol,” tutur Willy yang melihat manajemen BD sekarang ini lebih bagus dari sisi kualitas barang dan pelayanan.


Reportase: Rias Andriati.


BOKS:

Jurus Sukses Bandar Djakarta


= Lokasi di tepi Teluk Jakarta menjadi keunggulan tersendiri,
karena memberi nilai tambah untuk kenyamanan dan suasana.
= Konsistensi pada kualitas produk dan pelayanan.
= Inovasi produk yang terus digenjot sehingga menu sangat
bervariasi.
= Model pasar ikan yang membuat konsumen lebih leluasa
memilih sekaligus menentukan bujet.
= Diskon sampai 50% untuk item tertentu pada hari tertentu
membuat citra bagus di benak konsumen.


HTS.

1 comment:

Erwinsyah said...

memang hebat, thanks for sharing.Btw, lebih bagus kalo diawal cerita tambah ringkasan yg lebih lengkap dikiiit ajah, soalnya infonya panjang banget Ri,...